Ketua Umum Partai Golkar terpilih Setya Novanto memang amatlah kaya raya. Jaringan politiknya luas hingga sampai politisi dan pengusaha kontroversial seperti Donald Trump di Amerika. Berkat skandal ‘Papa Minta Saham’ dan ‘Papa Minta Bantal’, popularitasnya semakin meroket.

Para kader Partai Golkar memanfaatkan popularitas dan kekayaan Setya Novanto untuk mendapatkan kemenangan kader-kader Partai Golkar pada acara Munaslub di Nusa Dua Bali, sampai di masa Pemilu 2019 yang akan datang. Mengingat bahwa mendongkrak popularitas ketua umum dan menghidupkan mesin partai dibutuhkan dana yang sangat besar. (Anti Rayap Jakarta)

Konon ARB selama menjadi ketua umum Partai Golkar telah mendanai tiap DPC Partai Golkar se Indonesia sebesar Rp 15 juta perbulan agar serangan politik pada ARB bisa diredam dan mesin partai Golkar se Indonesia bisa berjalan dengan semestinya.

Jika tidak karena ini, pasti dalam Pemilu 2014 yang lalu Partai Golkar tumbang seperti ketumnya ARB yang tumbang bahkan sebelum Pilpres 2014.

Namun sangat disayangkan, ternyata kader-kader Partai Golkar sepertinya tidak memperhitungkan kenyataan. Masyarakat selama ini memang sudah cukup mengetahui nama Setya Novanto. Tetapi masyarakat hanya mengenal Setya Novanto dari skandal-skandal politiknya.

Masyarakat tidak hanya tau tapi juga mengenal siapa itu Setya Novanto. Celakanya pengenalan masyarakat ini bukan pada sisi kualitas manajemen berorganisasi atau berpartainya, tapi malah mengenal  saja.

Popularitas Setya Novanto tidak akan bisa dikejar oleh tingkat elektabilitasnya. Masyarakat lebih mengenal Setya Novanto sebagai bagian dari Mafia Politik Indonesia daripada Setya Novanto sebagai Tokoh Bangsa. Ini adalah jebakan politik yang sangat cerdas dan indah sekali dari lawan politik Partai Golkar.

Sebab siapapun tahu, ketika memilih partai politik maka masyarakat akan selalu mengaitkan dengan figur ketua umumnya. Bila masyarakat sudah tidak menyukai figur ketua umumnya maka masyarakat tidak akan mau memilih partainya. Begitu pula sebaliknya, jika masyarakat menyukai figur ketua umum, masyarakat akan memilih partainya.