Memperkuat Pelayanan Sosial di Pedesaan

 

Lebih dari separuh penduduk pedesaan yang tinggal sebagai masyarakat tradisional telah pindah ke kota-kota menjadi penduduk urban. Separuh di antaranya sudah berubah dari penduduk desa yang tradisional menjadi penduduk urban karena daerahnya secara administratif berubah menjadi daerah perkotaan. Atau di antara mereka terdorong sengaja pindah ke kota intuk memperbaiki nasib yang lebih baik ke depan.

Sisanya adalah orang-orang tua yang tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonominya sangat rendah. Mereka menunggu sisa-sisa sawah ladang yang ditinggalkan oleh petani-petani muda berotot yang berubah profesi mengadu nasib ke kota-kota. Merekalah yang melanjutkan hidup dari sawah dan ladangnya. Tetapi, masih ada sebagian lain, karena minimnya pilihan, bekerja sebagai buruh tani dengan sistem pertanian tradisional dan tidak maju-maju.

Cerminan perubahan tersebut turut berpengaruh terhadap sistem pendidikan di pedesaan. Anak-anak dari keluarga petani tertinggal di desa masih tetap mengikuti pelajaran yang relevansinya masih banyak pada upaya pendidikan lebih tinggi, yaitu pada tingkat sekolah menengah atas, atau perguruan tinggi. Sedangkan sekolah-sekolah keterampilan dalam bidang pertanian, agribisnis atau upaya pengolahan sawah dan ladang dengan cara modern hampir nihil. Sekalipun ada, tetapi tidak begitu populer atau tidak banyak peminatnya.

Sementara sekolah menengah kejuruan yang secara teoritis harus segera dibangun seimbang, 50 persen berbanding dengan 50 persen sekolah umum, kurang populer sehingga jumlahnya tidak bertambah sesuai harapan. Anak-anak masih memadati sekolah umum dengan cita-cita meraih pendidikan yang jauh lebih tinggi. Pengerjaan sawah dan ladang dengan cara modern sebagai hasil pendidikan dan pengajaran masih harus terhenti sebagai cita-cita dan impian beberapa kalangan minoritas.

Begitu juga dengan pelayanan sosial kemasyarakatan. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 yang mengamanatkan pengembangan pelayanan sosial berupa pemberdayaan dan perlindungan sosial untuk seluruh masyarakat, masih belum dilengkapi dengan peraturan pemerintah yang mengaturnya. Pembangunan dan pelayanan sosial masih berkutat pada sistem lama, yaitu mencari penderita sosial dan memberikan santunan kepada mereka.

Pemberdayaan dan perlindungan yang bersifat preventif, menjemput bola, sering kali dianggap bukan sebagai bagian dari upaya pembangunan dan pelayanan sosial kemasyarakatan. Justru secara awam, atau bahkan oleh pejabat, dilihat sebagai bagian dari upaya pembangunan ekonomi sehingga ahli-ahli pembangunan sosial harus dipuaskan dengan program program dan kegiatan di panti asuhan atau lembaga setara itu.

Namun, akhir-akhir ini Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) yang baru saja mendapat kepercayaan pemerintah sebagai satu-satunya lembaga koordinasi untuk kegiatan sosial kemasyarakatan, bersama lembaga yang bernaung di dalamnya seperti BK3S sekarang LK3S, K3S dan organisasi sosial lainnya, mulai menggelar program membawa pelayanan dan pembangunan sosial ke pedesaan.

Pembangunan sosial perlu diselenggarakan untuk masyarakat melalui pos-pos pemberdayaan keluarga (posdaya) di pedesaan yang dikembangkan sebagai forum silaturahmi antarkeluarga yang digerakkan bersama-sama secara gotong royong. Dengan asas kebersamaan, keluarga yang tergabung dalam posdaya mengembangkan upaya pemberdayaan keluarga dan membangun perlindungan dengan menghidupkan budaya gotong royong serta budaya peduli sesama anak bangsa.

Untuk menyemarakkan dan memperkenalkan program pelayanan dan pembangunan sosial ke suatu desa, suatu rombongan terdiri dari 65 anggota LK3S Provinsi Lampung, minggu lalu berkunjung ke Jakarta dan Bekasi. Mereka melihat-lihat kiprah masyarakat yang sejak beberapa waktu lalu telah lebih dahulu membawa program sosial itu ke desa-desa dimaksud.

Para peninjau dengan antusias melihat pelayanan dan pembangunan sosial pedesaan di Bekasi. Mereka mengagumi kegiatan tersebut dan melihat bahwa masyarakat di desa dan perkampungan masih memiliki jiwa gotong royong yang cukup kental. Dengan sentuhan yang relatif kecil, budaya dan jiwa gotong royong dapat disegarkan kembali. Keluarga muda yang umumnya dibebani tugas memelihara anak balitanya, dengan semangat gotong royong, berhasil membangun dan mengembangkan pos pendidikan anak usia dini atau PAUD.

Keluarga yang tergabung dalam posdaya di Kota Bekasi juga turut membangkitkan kembali kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu) yang secara khusus melayani pemeriksaan ibu hamil, melayani kesehatan anak balita serta memberi pelayanan keluarga berencana (KB) sesuai dengan ketersediaan tenaga medis atau para medis saat posyandu dibuka.

Kegiatan posyandu yang selama ini dikelola oleh kelompok kerja (Pokja) IV Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) tersebut, termasuk kegiatan untuk penduduk lanjut usia, diserahkan pada kelompok yang sengaja dibentuk untuk maksud tersebut. Para bidan yang ada di posyandu secara khusus terfokus untuk melayani pemeriksaan ibu hamil, anak balita dan KB.

Lebih menarik lagi, rombongan besar dari Lampung itu juga merasa sangat kagum atas terbentuknya kelompok ekonomi mikro dan kecil yang disiapkan oleh posdaya di beberapa desa di Bekasi. Mereka melihat bahwa para pengusaha kecil di desa itu secara gotong royong melatih ibu-ibu dan pasangan muda untuk berlatih keterampilan dan kemudian dibantu dengan modal yang tersedia pada bank-bank yang ada di Bekasi. Bahkan, untuk ke depannya telah ada kelompok yang bergabung dalam usaha bersama dan dikabarkan dalam waktu dekat akan melebur kegiatannya dalam bentuk koperasi.

Kelompok yang di masa lalu pernah mendapatkan arahan bahwa makanan bergizi merupakan makanan tambahan bulanan yang amat penting bagi keluarga, kini telah mendirikan ‘Kebun Bergizi’ di halaman rumah masing-masing. Melalui penjelasan dalam posdaya, program ini dianjurkan bagi keluarga-keluarga yang anggotanya (sang istri, misalnya) sedang hamil, atau mempunyai anak balita yang masih sangat memerlukan makanan bergizi.

Dengan memiliki Kebun Bergizi, mereka bisa mengolah makanan bergizi dengan memanfaatkan hasil kebun sendiri, seperti aneka sayuran, telur ayam atau daging ayam yang dipelihara di halaman rumah masing-masing. Kemudian mereka juga bisa mengonsumsi ikan yang dipelihara di kolam ikan halaman rumah, dan lain-lain.

Kunjungan rombongan LK3S asal Lampung ke Jakarta dan Bekasi tersebut telah membuka mata mereka bahwa bekerja sama dengan cara gotong royong akan membuahkan hasil posotif. Banyak kegiatan bermanfaat dapat dilakukan secara bersama-sama, untuk kepentingan bersama, dan demi kesejahteraan bersama pula.