Belakangan ini muncul berita macam-macam di media massa, sehubungan dengan nama-nama yang diusung dalam pemilihan presiden RI tahun 2014-2019. Di antara sejumlah nama, terdapat Ir Aburizal Bakrie, Ketua Umum DPP Partai Golkar.

Terdapat banyak informasi yang simpang siur, terkait dengan proses pencalonan yang masih panjang.

Rapimnas Partai Golkar 2011 sama sekali belummemutuskan siapa yang dicalonkan oleh Partai Golkar dalam Pilpres 2014. Hanya saja, hampir semua Dewan Pimpinan Daerah Tingkat Provinsi, beserta kekuatan lain seperti SOKSI, MKGR, KOSGORO, AMPI, AMPG, KPPG, MDI dan lain-lain menyampaikan dukungan kepada Ir Aburizal Bakrie sebagai capres. Tidak ada lagi nama lain yang diusung.

Begitu juga sejumlah pertemuan DPD-DPD I Partai Golkar, baik di Balikpapan, Banjarmasin, maupun Bali. Kesemuanya berujung kepada dukungan tunggal, sekaligus permintaan, agar Aburizal Bakrie bersedia menjadi capres. Dilihat dari aspek (elite) internal itu, tentulah prosesnya berlangsung mulus. Hanya, masih ada sejumlah agenda.

Golkar dalam “Pilpres 2012”

Pertama, keputusan resmi pencalonan Ir Aburi
zal Bakrie sebagai Presiden RI akan dilakukan dalam Rapimnas tahun 2012, bisa jadi sekitar bulan Oktober 2012. Menjelang bulan itu, kader dan simpatisan Partai Golkar di berbagai tingkatan melakukan program karya dan kekaryaan yang bermanfaat bagi masyarakat. Mesin partai dilumaskan, sehingga mampu berjalan pada saat yang tepat.

Kedua, sementara proses itu terjadi, Partai Golkar akan mengadakan survei yang terkait dengan elektabilitas Partai Golkar, termasuk nama-nama yang dimasukkan sebagai calon presiden. Terdapat dua kategori nama, yakni dari internal dan eksternal Partai Golkar. Nama-nama itu tentu juga termasuk pasangan cawapresnya.

Ketiga, setelah proses itu disepakati, dengan sendirinya tim resmi kampanye bakal Capres dan Cawapres Partai Golkar ini dibentuk. Kenapa masih “bakal capres-cawapres”? Karena secara resmi prosesnya belum mengikuti kalender yang disusun oleh Komisi Pemilihan Umum. Penetapan oleh KPU-pun tergantung hasil pemilu legislatif pada bulan April 2014.

Jadi, secara keseluruhan, belum ada proses Pilpres yang terjadi sepanjang tahun 2012 ini.

Hiruk-pikuk yang berkembang di media massa, seolah-olah Pilpres terjadi pada tahun 2012, sama sekali diluar jangkauan dan agenda Partai Golkar. Pilpres 2012 hanya terjadi di Amerika Serikat, bukan di Indonesia. Partai Golkar tentu akan melihat dengan serius perjalanan Pilpres 2012 di Amerika Serikat itu, serta tentu belajar banyak untuk mendapatkan perspektif internasional.

Sekalipun terdapat sejumlah “tim sukses” dalam proses pencalonan Ir Aburizal Bakrie, itupun sah-sah saja. Sebagian besar dari tim-tim itu adalah bentuk dari partisipasi politik, berdasarkan pelajaran dalam dua kali pilpres sebelumnya. Partai Golkar dianggap mengalami “keretakan” di kalangan elite, selama Pilpres 2004 dan Pilpres 2009. Sedini mungkin, proses politik yang sekarang adalah bagian dari usaha menghindari dan menutupi bolong-bolong itu.

Namun, bisa juga dikatakan bahwa Partai Golkar mengalami semacam “pilpres mini”, sebelum keputusan diambil lewat Rapimnas 2012 – atau Rapimnas Khusus –. Pilpres mini ini lebih ke kerja keras seluruh jajaran partai untuk menaikan elektabilitas, baik partai maupun Ir Aburizal Bakrie sendiri. Sejumlah masalah sudah dipetakan, baik yang terhidang lewat media massa, maupun yang disampaikan dalam dokumen-dokumen resmi partai.

Masalah yang muncul dari internal partai tentu sudah mendapatkan antisipasi yang cukup, mengingat proses konsolidasi yang dilaksanakan terus-menerus. Sementara yang datang dari eksternal memperoleh proses pendalaman dari jajaran partai, termasuk Balitbang DPP Partai Golkar. Dengan kebebasan media seperti sekarang, dimana siapapun bisa menulis beritanya sendiri lewat sosial media sampai pesan pendek, masalah yang kecil bisa dibesar-besarkan. Sebaliknya, masalah besar bisa dikecilkan.

Pilpres 2012, baik di internal Partai Golkar ataupun di Amerika Serikat, sama sekali adalah satu keniscayaan dalam sejarah demokrasi di dunia. Tak ada yang benar-benar baru. Demokrasi tidak hanya butuh sekadar pernyataan, namun terlebih lagi prosedur yang disiplin untuk menjalankannya. []