Media

 
Mendorong Kepedulian Antarsesama
Ditulis oleh Haryono Suyono 21. Desember 2010 - 12:04

Senin (20/12) hari ini adalah Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN). Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2009, kegiatan pelayanan sosial di Tanah Air harus dikembangkan dengan pendekatan yang lebih luas. Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional bisa menjadi momentum reformasi untuk mengarahkan kegiatan pembangunan dan pelayanan sosial agar lebih tajam sesuai jiwa dan tujuan yang digariskan UU.

Dalam bahasa komersial, pembangunan dan pelayanan sosial harus di-rebranding atau direformasi secara total menjadi pendekatan yang bersifat integrated dan inklusif untuk memenuhi hak-hak azasi manusia (HAM). Pembangunan dan pelayanan sosial tidak cukup hanya diintegrasikan secara vertikal manakala seluruh komponen dikembangkan dengan dukungan komunikasi yang kuat. Tetapi, seluruh komponen mulai dari dimensi pilihan programnya harus dipadukan dengan pembangunan ekonomi, politik dan budaya yang utuh.

Kebutuhan reformasi di bidang pembangunan dan pelayanan sosial ini sudah sangat mendesak mengingat posisi Indonesia dalam ukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang biarpun menjadi salah satu negara pelopor kemajuan, tetapi posisinya masih di urutan ke-108 dari 178 negara dunia. Posisi pelopor kemajuan dalam sepuluh tahun terakhir ini memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk memacu lebih cepat lagi secara terintegrasi dan totalitas.

Melalui langkah integrasi secara total maka semua komponen pembangunan bangsa diharapkan dapat mengarahkan upaya pembangunan sesuai jiwa UUD 1945, yaitu untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Untuk itu semua komponen pembangunan tidak boleh lagi mengorbankan pemberdayaan penduduk atau keluarga atas nama upaya praktis menyelesaikan masalah dengan cepat. Semua komponen harus memberikan prioritas yang tinggi kepada kelompok masyarakat termarginalkan untuk mengikuti proses pemberdayaan lewat kerja keras, kecerdasan, dan disiplin tinggi.

Pelayanan sosial yang bersifat charitas, apakah itu karena alasan kemanusiaan atau karena alasan-alasan pelaku yang lamban, harus segera disisihkan dengan tekad dan komitmen tinggi. Bangsa ini tidak boleh lagi merasa kasihan dalam dimensi sesaat, tetapi sebenarnya merusak kesempatan maju dalam tatanan pemberdayaan berjangka panjang.

Kegigihan pembangunan sosial berdisiplin tinggi, misalnya dalam pendidikan, pelatihan ketrampilan kerja dan pemberdayaan untuk hidup mandiri, harus menjadi pedoman kuat di segala sektor. Rasa kasihan yang biasanya menjadi alasan klasik harus dibuang jauh-jauh karena hanya akan mengendorkan upaya pemberdayaan untuk mengantarkan keluarga dan penduduk termarginal agar bisa mandiri dengan posisi terhormat.

Kesetiakawanan sosial bukan lagi charity yang diwujudkan melalui tontonan saat penduduk berbondong-bondong mengambil dana BLT (bantuan langsung tunai), beras murah atau mendapatkan pelayanan gratis lainnya. Tetapi, perlu diwujudkan dalam bentuk yang lebih terhormat berupa pemandangan manakala penduduk berbondong-bondong mengikuti pelatihan ketrampilan, bekerja keras dan cerdas untuk mendapatkan kompensasi secara wajar dan terhormat. Kompensasi itulah yang menggerakkan pelayanan kebutuhan pokok sebagai pencitraan dari wajah bangsa yang terhormat.

Tahan Banting

Upaya mengubah wajah Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) seperti ini kiranya tidak menjadi tugas pemerintah semata. Tetapi, harus diusahakan bersama agar menjadi gerakan masyarakat yang ter-integrated, luas dan inklusif. Semua komponen bangsa tidak saja ikut terlibat tetapi juga aktif mengambil peran secara sadar, profesional dan bertanggung jawab. Karya-karya ekslusif yang biasanya didominasi oleh pemerintah atau organisasi-organisasi kemasyarakatan, harus dibagi rata kepada semua komponen bangsa secara wajar. Dengan demikian, gerakan masyarakat secara terhormat dipacu oleh komponen-komponen horizontal yang sangat luas dan mendapat dukungan komitmen tinggi secara vertikal.

Untuk menghasilkan gerakan terpadu dengan dinamika dan efektivitas tinggi perlu digalang pengembangan data secara terpadu. Ini sekaligus bisa menjadi petunjuk untuk pengarahan sasaran bersama dan basis penilaian keberhasilan dengan indikator yang disepakati bersama pula. Setiap komponen harus melaksanakan pencapaian indikator itu dengan menempatkan penduduk dan keluarga sebagai titik sentral pembangunan. Melalui dorongan dari berbagai komponen pembangunan secara terpadu, diharapkan akan mampu mendatangkan keberhasilan bagi penduduk dan keluarga-keluarga secara mendalam hingga tahan banting.

Karena sasaran pembangunan sosial sangat luas dan biasanya menyangkut keluarga dan penduduk termarginalkan, maka kecepatan pemberdayaan keluarga dan penduduk tersebut harus dilakukan secara sadar dengan dorongan dan dukungan keluarga-keluarga yang lebih mampu. Artinya, perlu dikembangkan pula budaya peduli terhadap sesama anak bangsa agar kecepatan ajakan makin kuat nerkat peran keluarga-keluarga mampu menarik dan mendorong keluarga yang termarginalkan.

Bagaimanapun kebersamaan akan menghasilkan kekompakan yang diharapkan bisa menjadi penggerak untuk mewujudkan cita-cita proklamasi secara lebih mantap. Karena itulah, pendekatan baru ini perlu didukung dengan konsep integrated marketing communication yang kuat. Ini penting agar bisa menempatkan pembangunan dan pelayanan sosial sebagai bagian terhormat dari upaya pembangunan bernafaskan Pancasila hingga memungkinkan semua warga negara bisa memenuhi hak-hak azasinya secara terhormat. ***